Sumber: IMDB |
Directed by James Cameron
Written by James Cameron, Rick Jaffa, Amanda Silver, Josh Friedman, Shane Salerno
Starring by Sam Worthington, Zoe Saldaña, Sigourney Weaver, Stephen Lang, Kate Winslet
Ulasan:
Sebuah penantian 13 tahun lamanya yang sangat tidak sia-sia dari James Cameron dan kali ini kita dibawa menuju dunia laut Pandora yang tidak kalah menakjubkannya dibanding hutan Pandora yang sudah dikenalkan di film pendahulunya. Lingkup konfliknya pun kali ini lebih sempit daripada di film pendahulunya. Kalau di film pendahulunya konfliknya berada di lingkup “rakyat”, di film ini konfliknya berada di lingkup “keluarga”. Namun, sebagai environmentalist, James Cameron tetap membuat film ini kental akan pesan peduli lingkungan meski temanya kali ini adalah balas dendam.
Dari durasinya yang sepanjang 192 menit atau tiga jam lebih 12 menit, film ini banyak mengenalkan kita kepada keluarga Jake Sully yang meliputi dua putranya Neteyam dan Lo'ak, putri kecilnya Tuk, putri angkatnya Kiri (lahir dari avatar tak berdaya Dr. Grace Augustine), dan seorang anak manusia bernama Spider, putra dari Kolonel Miles Quaritch yang lahir di Pandora dan tidak bisa dikirim ke Bumi karena saat itu umurnya terlalu muda untuk dimasukkan ke dalam cryostasis. Tujuan film ini berlama-lama pada keluarga Jake Sully adalah untuk menggali sisi emosional dan menambah kekhawatiran kepada penontonnya. Ya, di film ini memang keluarga digambarkan sebagai kekuatan maupun kelemahan. Di sisi lain bisa membangkitkan kegembiraan, juga bisa memunculkan kerentanan.
Avatar: The Way of Water dari visualnya masih sangat megah dan mewah, sama seperti film pendahulunya. Perpindahan dari dunia hutan Pandora ke dunia laut Pandora tidak ada gap. Visual maupun ekosistemnya masih membuat kita percaya kalau ini masih di Pandora. Worldbuilding-nya kali ini juga membuat mata saya terbuka, antara dunia hutan dan laut Pandora, klan hutan dan laut, memiliki ciri khasnya masing-masing. Namun, masih memiliki kesamaan dalam hal kepercayaan yang bergantung pada alam. Masing-masing klan pun ternyata memiliki Pohon Roh-nya sendiri.
Secara teknik dan visual, film ini tidak usah diragukan lagi, mutakhir dan jago. Bagaimana tidak? Butuh menunggu 13 tahun lamanya agar teknologinya bisa siap. 13 tahun lamanya menunggu itu, James Cameron tentunya tidak hanya ingin menunggu saja. Ia mempertebal naskah film ini dan melengkapi naskah untuk film ketiga, keempat, dan kelimanya. Hasil dari mempertebal naskahnya, film ini menjadi mendetail dan seolah-olah penonton tidak boleh melewatkan sedikit pun bagaimana dunianya. Namun, hal tersebut membuat durasi film ini sangat panjang. Bagi sebagian orang bisa menjadi masalah. Namun, bagi saya sendiri tidak masalah karena visualnya bikin betah.
4.5/5
Komentar
Posting Komentar