Sumber: TMDB |
Directed by Tarik Saleh
Written by Tarik Saleh
Starring by Tawfeek Barhom, Fares Fares, Mohammad Bakri, Makram Khoury, Mehdi Dehbi, Moe Ayoub, Sherwan Haji, Ahmed Lassaoui, Jalal Altawil, Ramzi Choukair
Ulasan:
Mendapatkan kesempatan menuntut ilmu di universitas paling bergengsi di dunia untuk pembelajaran Islam, Universitas Al-Azhar, tentunya merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Apalagi, untuk seorang anak yang berasal dari keluarga kelas bawah. Kebanggaan itu sirna seketika saat Imam Besar Al-Azhar tiba-tiba meninggal dunia dan pemilihan Imam Besar selanjutnya dipenuhi dengan berbagai siasat licik. Terlebih lagi ia terjebak ambil bagian menjadi pion dalam siasat licik itu. Mau tidak mau Adam (Tawfeek Barhom) harus terlibat pada intrik politik antara negara dan universitas karena ancamannya adalah keluarga dan dirinya.
Boy from Heaven (Cairo Conspiracy) menerangkan untuk tidak tertipu dengan label terutama sebagai universitas, tempat dimana terselenggaranya pendidikan ilmiah dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu. Di dalamnya bisa saja busuk dan penuh konspirasi. Apalagi, untuk ukuran sebuah universitas penting di suatu negara. Ya, ini mungkin saja cerita fiktif, tetapi kita tidak bisa mengelak di lembaga manapun pasti ada saja politik di dalamnya. “Kekuasaan adalah pedang bermata dua” kalau kata salah satu tokoh film ini. Ia bisa menyelamatkanmu atau malah membunuhmu. Memang sebegitu pentingnya memiliki kekuasaan. Namun, film ini tetap mengingatkan kekuasaan terbesar hanya milik Allah SWT (Tuhan).
Maka itu, film ini tidak terlepas juga dari membicarakan “takdir”, salah satu kekuasaan Allah SWT untuk hambanya yang merupakan ketetapan dan ketentuan untuk segala sesuatu sampai hari kiamat yang sudah tercatat dalam lauhul mahfudz. Lantas, apa yang terjadi pada Adam maupun tokoh lainnya merupakan takdir. Meskipun pahit dan sulit diterima, itu adalah yang terbaik untuk mereka.
Memilih latar di sebuah universitas dimana pendidikan Islam jadi tujuan utamanya, tentunya mendengar ayat-ayat Al Qur’an dan Hadis didengungkan menjadi hal lumrah. Namun, perasaan kalian akan berbeda saat mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an dan Hadis didengungkan dari film ini. Tidak ada hawa sejuk yang terasa semestinya pedoman agama dibacakan. Nuansa politis nan mencekam memang begitu kental di film ini. Setiap ayat-ayat Al Qur’an dan Hadis yang dibacakan berarti seperti sebuah ancaman di film ini.
Film yang mendapatkan penghargaan Best Screenplay di Cannes Film Festival ini membongkar tabir kemunafikan, sifat korup, dan penyimpangan di sebuah institusi yang seharusnya bersih dari hal-hal negatif atau suatu kepentingan yang berbahaya. Akan tetapi, sekali lagi, manusia tak luput dari dosa dan sudah ditakdirkan begitu. Bahkan, seorang pemuka agama yang tingkat pemahaman agamanya sudah tinggi sekalipun tidak lepas dari dosa. Oleh karena itu, jangan melepas Al Qur’an dan Hadis untuk pedoman dalam hidup dan beragama.
Komentar
Posting Komentar